Sebenarnya ini adalah tulisan tahun lalu. Namun, setelah dipikirkan, ada baik untuk dipublikasikan mengingat pelaksanaan yang festival yang selalu tidak profesional. Ini adalah unek-unek dan seberkas kekeceweaan beberapa kontingen yang mengikuti kegiatan tersebut. Semoga kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bisa sadar dan berkaca pada pengalaman pahit tahun 2012. Semoga ini juga menjadi penyadaran bagi semua penyelenggara festival kesenian tradisional nusantara di manapun berada.
Pelaksanaan Festival Nasional Kesenian Musik Nusantara Untuk Remaja Tahun 2012 yang dilaksanakan pada tanggal 2 sampai 4 Oktober di Gedung Kesenian Jakarta merupakan ajang pelestarian dan pengembangan nilai-nilai seni dan budaya Indonesia. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Bidang Pengembangan Seni Pertunjukan dan Film dengan tema "Remaja Peduli Musik Nusantara". Ini merupakan sebuah bentuk kepedulian pemerintah akan perkembangan seni musik di tanah air, sekaligus untuk mensosialisasikan kekayaan musik nusantara menuju trend dunia.
Melihat cita-cita dan tujuan pelaksanaan Festival Nasional Musik Nusantara, sudah sepatutnya para seniman dan pekerja seni musik berbangga, karena mempunyai wadah untuk menuangkan segenap ide untuk mempresentasikan karyanya ditingkat nasional. Sudah selayaknya pula kegiatan tersebut didukung kinerja panitia yang profesional untuk memberikan kepuasan tersendiri bagi para kontingen dari beberapa daerah di Indonesia yang tampil dalam ajang tersebut. Namun apa yang didapat, kenyataannya banyak kekurangan yang menyebabkan timbulnya keluhan pada hampir seluruh kontingen. Akhirnya segala sesuatu yang dilakukan panitia, bukan memberi kenyamanan dan kepuasan, malah memberikan banyak masalah bagi penampil diajang musik nusantara yang dianggap bergengsi tersebut. Sungguh suatu ironi yang menyedihkan bagi wadah pelestarian dan pengembangan kesenian Indonesia setingkat Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreattif.
Kegagalan kerja panitia berimbas pada kurangnya pelayanan terhadap kebanyakan kontingen penampil dari beberapa daerah. Akhirnya pada saat briefing terdapat banyak keluhan-keluhan terhadap pelayanan panitia. Sementara kerugian yang diterima para penampil berakibat mentahnya semangat apresiatif untuk mementaskan materi musik yang dibawa oleh beberapa daerah. Hal ini harus diperhatikan panitia agar apa yang dilakukan tidak terjadi lagi pada kegiatan mendatang, baik itu kegiatan Festival Teater Remaja, Festival Tari Nusantara dan lainnya. Berikut kronologi dan buruknya perhatian terhadap kinerja panitia yang perlu diperhatikan.
1. Penjemputan kontingen yang terlambat
Keterlambatan ini banyak dirasakan oleh peserta dibeberapa daerah. Adanya keterlambatan jemputan dibandara Soekarno - Hatta menuju penginapan berkisar dari 1 sampai 5 jam. Ditambah lagi beberapa LO yang kewalahan karena harus mengurus penjemputan beberapa kontingen sekaligus. Pengalaman lucu dialami kontingen dari Aceh, setelah mereka menunggu jemputan sekitar 1,5 jam, mereka akhirnya menghubungi panitia. Alasannya pada waktu itu panitia masih menunggu kontingen dari Gorontalo, jadi kontingen Aceh disuruh menunggu setelah kontingen Gorontalo datang. Setelah penata musik Aceh menoleh kebelakang, dia melihat bang Irwansyah Harahap (juri), yang juga menunggu selama 3 jam. Bayangkan, juri aja bisa menunggu 3 jam, apa lagi kontingen. Keterlambatan ini dirasakan kebanyakan kontingen dari daerah dan mohon diingat kalau menunggu itu suatu pekerjaan yang paling membosankan.
2. Kontingen Tidak Diberikan LO atau Pendamping
Beberapa (mungkin seluruhnya) kontingen tidak diberikan LO pendamping. Hal ini sebenarnya sangat penting untuk memudahkan peserta berkomunikasi semua masalah dan tetek bengek festival kepada panitia melalui LO. Termasuk juga ketidak mengertian peserta pada beberapa cara kerja yang dapat dibantu oleh LO. Setelah saya ngobrol dengan beberapa LO, ternyata mereka juga bingung karena panitia inti membingungkan. Saya pernah bertanya pada salah satu LO dan mereka bekerja rangkap untuk 5 kontingen. Sebuah usaha yang berat dan tidak efisien.
3. Kerja Artistik yang Tidak Siap
Sewaktu tanggal 2 Oktober, ketika penampil hari pertama mau Orientasi Panggung (mungkin namanya bagi panitia General Runtrough) didapati setting sound system yang belum siap sama sekali. Kontingen sudah datang ke Gedung Kesenian Jakarta, sementara Sound System dan Lughting belum disentuh sedikitpun. Akhirnya kontingen penampil hari pertama menunggu panitia mempersiapkan sound dan lighting. Dapat dipastikan kalau penampil hari pertama kualitas sound system buruk sekali. Padahal sound GKJ terkenal cukup baik. Tang menjadi pertanyaan, kenapa hal semacam ini tidak dipersiapkan sebelumnya. Sekali lagi tim artistik tidak mendapat konfirmasi dari panitia tentang persiapan tersebut.
4. Katalog Penampil yang Tidak Lengkap
Suatu hal yang sangat merugikan adalah bagi kontingen Kalimantan Barat. Dalam katalog penampil yang masuk hanya poster dan konsep poster, sementara yang lain lengkap dan sampai deskripsi musik, pemain musik, dan alat musik. Memang ini lomba poster atau Festival Musik Musantara, Aneh kan? Lebih parah lagi ketika pementasan kontingen Kalbar, yang dibacakan konsep poster, bukan sinopsis. Setelah dibagian akhir pementasan Kalbar, baru sinopsis dibacakan dan itupun tidak lengkap. Padahal Kalbar sudah mengirimkan data lengkap dengan dari awal bulan September ditambah pengiriman data lengkap lanjutan sebanyak 3 kali pada 3 email yang berbeda (data pengiriman masih disimpan oleh penata musik). Tendensinya Kalbar seperti dianak tirikan. Ini juga terjadi pada beberapa kontingen yang mengikuti festival tersebut.
5. Lelang Kegiatan yang Tidak Tepat
Kenapa saya mengatakan tidak tepat, karena EO dapat dikatakan tidak mengerti cara kerja. Kenapa tidak diserahkan pada orang-orang yang berpengalaman dan mengerti akan kerja kegiatan besar ini. Kalau itu harus melalui proses lelang, seharusnya ada penentuan atau peraturan penunjukan kerja pada EO yang profesional. Ini terjadi juga pada beberapa kegiatan sebelumnya.
6. Tendensi Bagi-Bagi Piala
Adanya omongan dibeberapa peserta kalau hasil pemenang cenderung dibagi-bagi. Artinya bagi-bagi piala, karena bila hanya beberapa kontingen saja yang dapat, maka tahun depan ditakutkan peserta akan semakin sedikit. Ini juga untuk memberikan motifasi bagi beberapa daerah untuk lebih giat dalam mengembangkan seni budaya yang ada dan mengikuti kegiatan ini. Namun pada sisi yang lain para kontingen yang seharusnya mendapatkan juara juga akan kecewa. Sebelumnya saya tidak percaya akan hal ini, karena para juri atau tim pengamat sangat terpercaya dan orang-orang ahli di bidangnya. Namun bila melihat hampir seluruh kontingen mendapat piala, akhirnya saya menjadi ragu juga. Saran saya, lebih baik serahkan piala pada siapa yang berhak, walau hanya beberapa kontingen. Hal ini agar memacu sikap belajar dari contoh yang dilihat oleh masing-masing kontingen. Ingat, ajang ini bukan hanya sebagai ajang lomba, namun lebih kepada pendidikan peserta akan perkembangan musik nusantara di seluruh Indonesia. Dari ajang ini juga kita dapat belajar akan keragaman musik nusantara, dan kreatifitas dalam mengolah kesenian musik nusantara tersebut menjadi lebih hidup sebagai wahana apresiatif dan pendidikan.
7. Tidak Menurut Kriteria Lomba
Adanya sebagian kontingen yang membawakan membawakan karya musik yang tidak sesuai kriteria atau ketentuan seperti yang tertulis pada juklak pelaksanaan. Pada juklak disebutkan bahwa peserta harus membawakan satu musik yang bersumber dari tradisi dan satu bentuk komposisi karya peserta (bentuk garapan). Durasi satu karya 6 - 7 menit dan total keseluruhan durasi dua karya maksimal 14 menit. Pada kenyataannya banyak peserta yang hanya membawakan satu karya musik dengan durasi 12 - 14 menit. Bahkan ada juga peserta yang membawakan yang lebih dari durasi yang telah ditentukan. Kalau begini lebih baik tidak usah ada peraturan mengenai karya. Toh akhirnya tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Yang lebih mengherankan lagikontingen yang tidak mengindahkan kriteria karya bisa mendapat juara. Ini juga salah satu alasan adanya tendensi bagi-bagi piala.
8. Kategori Pemain Musik Terbaik yang Aneh
Melihat pemenang kategori pemain musik terbaik, akan dirasa aneh dan adanya kejanggalan. Hal ini karena adanya salah satu pemain musik terbaik yang tidak termasuk dalam kategori alat musik etnis Indonesia. Bila kita melihat, empat pemenang semua memiankan alat musik tradisional nusantara. Papua memainkan kulibia dan genggong, Sulawesi Utara memainkan Kulintang, Sumatera Utara memainkan Suling, dan salah satu peserta yang mendapat kategori pemain musik terbaik dengan memainkan biola. Yang menjadi pertanyaan apakah biola alat musik Indonesia, sedangkan ini merupakan lomba musik etnik nasional (Indonesia). Disamping itu permainan biolanya juga tidak termasuk kriteria baik, bahkan biasa sekali. Ini juga harus dicermati oleh tim pengamat.
Tulisan ini hanya sebagian kecil keluhan perserta festival nasional kesenian musik nusantara 2012, karena kecewa atas kerja panitia tidak maksimal dan terkesan amburadul. Mungkin panitia bingung karena kegiatan yang sebelumnya dilaksanakan Kementerian Kebudayaan dan Periwisata sekarang ditangani Kementarian yang berbeda setelah Kebudayaan menginduk pada Kementarian Pendidikan yang menjadi Kementarian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun ini alasan yang klise, karena semua itu tergantung mengerti atau tidak mengertinya kerja panitia terhadap semua kegiatan kesenian yang dilakukan. Jangan sampai Kementarian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mempunyai kerja yang memalukan untuk pelestarian dan pengembangan kesenian nusantara. Kalau ini tidak dirubah, mau dibawa kemana kesenian kita? Jawabnya ada pada orang-orang di Kementarian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif itu Sendiri. Ini hanya sekedar kritikan untuk membangun kerja yang lebih baik bagi pelestarian dan perkembangan Kesenian Musik Nusantara ke depannya.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar