3). Malam Ketiga
Malam ketiga disebut Malam Panasah atau malam pembersihan segala penyakit. Malam ini dianggap sebagai malam Babuakng Sial dari perasaan atau tanda-tanda tidak baik semenjak dilakukannya upacara Baliatn malam pertama. Adapun prosesi upacara yang dilaksanakan sebagai berikut.
a) Badoke
Badoke merupakan prosesi upacara pertama yang dilakukan pada malam terakhir, yaitu mengusir segala roh jahat yang ada di rumah. Pamaliatn memercikkan air pada tiang utama rumah, tiang pintu kamar, tiang atas pintu depan dan belakang sambil diiringi irama musik Bagu. Fungsi musik di sini sama dengan fungsi musik yang dimainkan pada prosesi Badoke malam pertama sekaligus sebagai pembuka upacara.
b) Baramutn
Pamaliatn memotong segala persembahan terakhir untuk diberikan kepada Jubata, roh para leluhur, dan roh halus yang bersifat baik karena telah membantunya dalam menjalankan ritual pengobatan sambil diiringi irama Bawakng Baramutn. Fungsi musik pada prosesi ini sama dengan fungsi musik pada prosesi Baramutn malam pertama.
c) Jubata Masak
Prosesi ini adalah kegiatan kala semua sesaji telah masak dan ditempatkan dalam satu nyiru diiringi musik Jubata Masak. Sebelumnya Pamaliatn memeriksa sesaji yang dipersembahkan apakah sudah lengkap dan benar bentuknya sebelum dinaikkan ke Ancak. Fungsi musik yang dimainkan sama dengan fungsi musik pada prosesi Jubata Masak malam pertama.
d) Notor
Pemberian makan di depan pene dengan menggunakan Pupuk. Prosesi ini sama dengan prosesi Notor malam pertama, namun tempat pelaksanaannya di ruangan tengah (tidak di pene).
e) Ngaranto
Prosesi ini sama dengan prosesi pada malam pertama, namun prosesi ini dilakukan lagi pada malam ketiga jika pencarian sumangat belum selesai. Disamping itu adanya kemungkinan tambahan pasien yang ikut berobat pada malam itu. Musik dan fungsinya sama dengan musik yang dimainkan pada prosesi Ngaranto malam pertama.
f) Ngibo Rumah
Membersihkan rumah dari roh jahat yang dapat mengganggu kehidupan penghuninya diiringi irama musik Bawakng Lajakng. Pada prosesi ini kembali dilakukan pembersihan rumah untuk mengusir roh jahat, sedangkan fungsi musik sama dengan fungsi musik yang dimainkan pada prosesi Badoke.
g) Ka’ Pancur
Setelah membersihkan rumah Pamaliatn membawa pipa bambu yang berisi air ke depan rumah untuk memandikan orang sakit dengan cara mencuci mukanya. Pada prosesi ini dimainkan Irama musik Bawakng Lajakng untuk mengusir makhluk halus agar tidak mengganggu lagi.
h) Turutn Ka’ Ai
Pamaliatn, panyampakng, anak samakng, dan seluruh anggota keluarga turun menuju sungai untuk melarutkan penyakit si pasien dengan cara dimandikan. Si sakit mandi dibagian hilir sungai, sedangkan dihulu sungai dilarutkan darah sesaji agar mengenai tubuh si sakit. Hal ini dilakukan dengan maksud segala penyakit dapat larut menuju hilir mengikuti darah dan air yang mengenai tubuhnya. Pada prosesi ini tidak ditabuh musik, karena pengobatan dilakukan di sungai.
i) Jubata Pulakng
Prosesi ini adalah prosesi akhir dari keseluruhan upacara yang diringi dengan irama Jubata Pulakng. Fungsinya sama dengan musik yang dimainkan pada prosesi Jubata Pulakng malam sebelumnya. Disamping itu musik ditabuh untuk memulangkan semua makhluk halus yang diundang dan sebagai tanda berakhirnya keseluruhan upacara.
Dari keseluruhan prosesi upacara, terlihat musik sangat menyatu dengan upacara, karena sesuatu yang dianggap penting dalam upacara tidak terlepas dengan keberadaan musik di dalamnya. Musik berperan untuk memperjelas kedudukan upacara dalam masyarakat, terutama berkaitan dengan posisi upacara sebagai penopang keharmonisan hubungan sosial dan stabilitas kebudayaan. Upacara dan musik dianggap sebagai wadah kreativitas masyarakat yang berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Kesinambungan keharmonisan hubungan ini harus terus dilestarikan agar terjaganya seni tradisi dari pengaruh perkembangan yang dapat berdampak buruk terhadap kesenian tersebut. Hal ini penting dilaksanakan mengingat musik Dayak Kanayatn merupakan kekayaan budaya yang dapat dijadikan wacana perkembangan seni tradisi lainnya.Melalui upacara kesinambungan dan stabilitas kebudayaan dapat terjaga untuk diwariskan kepada generasi berikutnya. Hal ini karena pewarisan itu merupakan sesuatu hal yang mutlak dilakukan sebagai penghormatan kepada para leluhur, agar dapat dikenang dan dipelajari kembali oleh generasi berikutnya. Disamping itu pewarisan seni tradisi dianggap sebagai suatu kebanggaan terhadap budaya yang dimiliki, sekaligus sebagai lambang kehidupan religius masyarakat dayak Kanayatn.
Setelah upacara Baliatn selesai ada beberapa ritual lagi yang harus dijalankan. Pada ritual ini tidak digunakan lagi musik, karena dapat mendatangkan kembali roh halus yang telah dipulangkan (Maniamas Miden Sood: 3 Mei 2006). Adapun beberapa ritual yang harus dilaksanakan sesudah upacara adalah sebagai berikut.
a). Babalak Lala
Seluruh keluarga si sakit harus melakukan ritual Bapantang (melaksanakan pantangan). Dalam bapantang ada beberapa perbuatan yang tidak boleh dilakukan, seperti tidak boleh memakan daging, tidak boleh bekerja, dan tidak boleh memainkan musik. Hal ini dilakukan untuk menghindari gangguan kembali dari makhluk halus dan untuk menjaga keampuhan mantra yang telah diberikan kepada si sakit. Waktunya bervariasi mulai dari satu hari, tiga hari, tujuh hari, bahkan ada yang sampai hitungan bulan dan tahun, tergantung penyakit yang disembuhkan. Bila penyakit yang telah disembuhkan itu penyakit berat, maka bapantang memerlukan waktu yang lama, sedangkan untuk penyakit ringan bapantang tidak memerlukan waktu lama.
b) Babagi Bantatn atau Mabut Suba’
Keluarga si sakit membayar pangkaras (upah) Pamaliatn dan pembantunya dengan sesaji yang digunakan pada upacara, serta orang yang membantu di dapur atau yang menyediakan makanan dan sesaji. Pembayaran dimaksudkan sebagai ucapan terima kasih atas pertolongan dari seluruh pelaku yang terlibat dalam upacara.
c) Basene Ayo
Pamaliatn memulangkan kembali sumangat si sakit dengan cara membaca mantra dan meniupkannya lewat kuping kiri si sakit. Adapun mantra yang diucapkan pamaliatn adalah sebagai berikut.
“Sene’-Sene’ ayo, balipat batakng padi, pulakng jiba, pulakng sumangat, lumpat di ranto padakng, guruh ari, soka’ soke, pulakng samula idup samula jaji, kurrrrrrrrsss....polincir, polias, tono’ salidukng, kuta, kubu, benteng, salamat badannya” (Maniamas Miden Sood: 2 Mei 2006).Setelah diadakan pengamatan mengenai penggunaan dan fungsi musik dalam upacara Baliatn, maka diketahui bahwa musik merupakan bagian penting dari upacara dan mempunyai hubungan dengan kehidupan masyarakat. Ia mempunyai arti tertentu yang menyebabkan keberadaannya sangat diperlukan oleh masyarakat itu sendiri. Adapun fungsi musik seperti dijelaskan di atas, antara lain: (1) Sarana ritual untuk mendatangkan kekuatan gaib dan pemanggilan Jubata, roh halus, dan roh para leluhur; (2) Sarana pengesahan ritual religius; (3) Sarana komunikasi; (4) Sarana penggambaran simbolis; (5) Sarana pengungkapan ekspresi emosional; (6) Sarana pengungkapan keindahan dan penikmatan nilai-nilai estetis; (7) Fungsi respon fisik; (8) Fungsi penyelenggaraan kesesuaian dengan norma-norma sosial; (9) Fungsi penopang kesinambungan dan stabilitas kebudayaan; serta (10) Fungsi penopang integrasi sosial.
Kepustakaan:
- Wawancara langsung dengan Maniamas Miden Sood, Seniman dan Dukun Dendo, 3 Mei 2006, Dsn. Saleh Bakabat, Ds. Aur Sampuk, Kec. Sengah Temila, Kab. Landak, Kalimantan Barat. Diijinkan untuk dikutip.
- Wawancara dengan Maniamas Miden Sood, Seniman dan Dukun Dendo, 2 Mei 2006. Ds. Saleh Bakabat, Ds. Aur Sampuk, Kec. Sengah Temila, Kab. Landak, Kalimantan Barat. Diijinkan untuk dikutip.