Beberapa kawan berpendapat dengan memasukkan unsur budaya lain kedalam sebuah karya merupakan sebuah pengayaan dan perluasan wahana pengembangan, baik secara keilmuan dan nilai estetis dalam karya itu sendiri. Saya pribadi sangat setuju dengan hal ini. Namun tidak semua pengayaan melepaskan nilai budaya yang sudah ada dalam kesenian yang akan kita angkat, baik itu dalam bentuk kreasi, kontemporer, maupun modern art.
Memasukkan unsur budaya lain itu sah-sah saja, namun bila sampai tingkatan memasukkan secara berlebihan (mengadopsi) akan menyebabkan kaburnya nilai budaya yang telah terkandung dalam kesenian itu sendiri. Hal inilah yang perlu diperhatikan seniman dalam berposes kreatif untuk menciptakan sebuah karya. Menganggap sebuah pengayaan khasanah karya itu sendiri bukan harus memasukkan pola gerak dan style dari referensi suatu kelompok atau budaya lain. Saya yakin masih banyak peluang perkembangan yang dapat kita aplikasikan untuk pengembangan kesenian yang kita miliki, termasuk dari pola gerak tari dan irama musik. disamping itu sebuah referensi bukan harus kita telan mentah-mentah untuk diaplikasikan dalam budaya kita, karna sudah pasti hasilnya ketidak cocokan atau akan menghilangkan ciri khas budaya yang kita miliki. Sebagian pekerja seni bertanya kenapa budaya luar yang lebih maju seperti Jogja dan Bali begitu cepat menerima budaya luar yang up to date dan menyesuaikannya dengan budaya mereka. Sebenarnya jawabannya ada dalam pertanyaan itu sendiri. Mereka mengadakan penyesuaian bukan mencontoh sehingga nilai-nilai budaya dan ciri khas kesenian mereka tidak hilang. Bila kita hanya mencontoh niscaya kita akan kehilangan jejak dengan karya kita sendiri. Sesuatu hal yang dilematis dan menyedihkan bagi perkembangan kesenian kita masing-masing.
Solusi untuk permasalahan seperti ini adalah pengakjian karakter gerak, baik dalam tari dan musik perlu diperdalam. Dari pengkajian tersebut kita akan memahami pola masing-masing kesenian tiap budaya, sehingga kita dapat memahami bagaimana pengaplikasian terhadap karya dan penyesuaian terhadap budaya yang kita miliki. Tidak akan sama pola permainan Gamelan Yogya dan Solo walau ada beberapa kemiripan dalam pola tabuhan. begitu juga dengan pola kesenian yang berkembang di daerah kita masing tentu akan berbeda dengan pola kesenian di tempat lainnya. hal ini karena masing-masing meiliki pola permainan dan latar belakang budaya yang berbeda sesuai budaya yang melingkupi kesenian tersebut. Melalui ini kita menyadari bahwa pendekatan karakter itu sangat penting dalam mempertahankan ciri khas kesenian masing-masing, karena masing-masing kesenian telah kaya dengan nilai-nilai estetis sesuai dengan budaya dimana ia lahir dan berkembang. Sekali lagi saya tidak mengatakan tidak setuju dengan kebebasan kreatifitas, namun perlu kita cerna ulang dengan pendangan budaya bahwa kreatifitas bukan menjadi sebuah produk kebablasan. Dari sini jelas bahwa dalam kreatifitas ada kebebasan bukan kebablasan.