Irama musik dayak Kanayatn merupakan salah satu unsur budaya yang lahir dari proses intelektualitas dan dimaknai bersama oleh masyarakat pemiliknya. Ia merupakan produk budaya yang lahir dari kebersamaan sosial yang bersifat kolektif. Ia juga merupakan wadah kreativitas masyarakat dengan berpatokan pada nilai-nilai estetis yang di dalamnya terdapat sistem pemaknaan bersama. Hal ini karena irama musik dayak Kanayatn merupakan hasil dari proses sosial dan bukan proses perorangan. Artinya walau musik tersebut diciptakan oleh satu orang, namun dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat tingkah laku masyarakat secara kolektif terhadap musik tersebut, maka secara otomatis mengalami pemaknaan secara kolektif pula, sesuai dengan sifat masyarakat pendukungnya.Kedekatan musik dengan kehidupan masyarakat dayak Kanayatn dapat dikatakan musik mempengaruhi seseorang untuk menginterpretasikan sesuatu yang dirasakan dan diyakini, atau sebagai wadah apresiatif yang berhubungan dengan kehidupan. Ia merupakan pengungkapan simbol, nilai, dan fungsi, sehingga ketiga unsur tersebut dapat menunjang keberadaan musik dan memberikan makna khusus bagi kehidupan masyarakat. Irama musik dayak Kanayatn dipandang erat kaitannya dengan konteks aktivitas budaya yang dilaksanakan (Krismus Purba: 2002, hal. 201). Ia merupakan realisasi sebuah konsep perilaku dan pemikiran masyarakat sesuai dengan adat dan tradisi yang berlaku, sehingga segala yang terkandung di dalamnya merupakan transpormasi nilai kehidupan masyarakat pemiliknya.
Irama musik dayak Kanayatn dibagi menjadi dua bagian, yaitu musik yang berhubungan dengan keduniawian atau musik profan, seperti Jonggan, dan musik yang berhubungan dengan kepercayaan atau agama yang sering disebut dengan musik ritual. Perbedaannya terletak pada pola tabuhan Dau sebagai instrumen utama, maksudnya untuk mengetahui jenis-jenis musik tersebut dapat didengarkan melalui bunyi permainan Dau (Maniamas Miden Sood:1997, hal. 92).
Irama musik Dayak Kanayatn secara keseluruhan terbagi menjadi delapan bagian, yaitu: (1) Irama Musik Bagu; (2) Irama Musik Bawakng; (3) Irama Musik Jubata; (4) Irama Musik Panyinggon; (5) Irama Musik Sipanyakng Kuku; (6) Irama Musik Ngaranto; (7) Irama musik Dendo; dan (8) Irama musik Totokng. Seluruh tabuhan itu digunakan untuk iringan tari dan dalam ansambel kesenian Jonggan atau salah satu kesenian musik tradisional dayak Kanayatn. Keseluruhan musik tersebut dipercaya lahir dari tradisi perdukunan dan dianggap mempunyai kekuatan magis, sehingga selalu digunakan dalam upacara Baliatn, Balenggang, dan Badendo (wawancara:2006).Pengertian irama bukan seperti pengertiannya dalam musik barat, yaitu sebagai alunan nada-nada yang membentuk satu bagian utuh atau lebih dari sebuah musik. Pengertian irama bagi masyarakat dayak Kanayatn sama dengan motif tabuhan yang dimainkan oleh instrumen Dau, karena perbedaan irama satu dengan lainnya terletak dari tabuhan Dau. Disamping itu masyarakat dayak Kanayatn tidak mempunyai penamaan khusus mengenai irama atau motif tabuhan, dimungkinkan mereka mengambil istilah dalam musik barat, dimana pengertian irama sama dengan lagu. Pengertian lagu di sini bukan seperti pengertian bentuk nyanyian utuh, melainkan irama-irama musik atau motif tabuhan yang dimainkan. Misalnya pada saat mereka hendak memainkan irama Jubata, maka mereka sering menyebutnya dengan lagu Jubata. Dari sini dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan irama sama dengan lagu atau motif tabuhan Dau menurut masyarakat dayak Kanayatn.
Kebanyakan panjang motif musik dayak Kanayatn terdiri dari satu birama, namun ada pula yang mengisi penuh dua atau beberapa ruang birama. Disamping itu antara motif satu dengan motif lainnya terdapat banyak kesamaan, terutama motif-motif tabuhan dalam satu rumpun. Hal ini disebabkan adanya variasi pola tabuhan, seperti pembalikan, penyempitan, serta pelebaran pola ritme dan pola melodi. Misalnya irama musik Jubata Babulakng dan Jubata Pulakng yang mempunyai kesamaan pola ritme tabuhan Dau Naknya.
Kepustakaan
- Umar Kayam, Seni, Tradisi, Masyarakat (Jakarta: Sinar Harapan, 1981).
- Krismus Purba, Opera Batak Tilhang Serindo: Pengikat Budaya Masyarakat Batak Toba di Jakarta (Yogyakarta: Kalika, 2002.
- Maniamas Miden Sood, “Musik dayak Kanayatn dan Penciptanya” dalam Nico Andasputra dan Vincentius Julipin, ed., Mencermati dayak Kanayatn (Pontianak: Institute of dayakology Research and Development, 1997).
- Wawancara langsung dengan Maniamas Miden Sood, Seniman dan Dukun Dendo, 17 April 2006, Dsn. Asong Pala, Ds. Aur Sampuk, Kec. Sengah Temila, Kab. Landak, Kalimantan Barat. Diijinkan untuk dikutip.