Skip to main content

follow us

Musik Dayak Kanayatn - Fungsi pada dasarnya adalah sistem yang saling berkaitan antara unsur-unsur pembentuknya. Istilah sistem (systema, dalam bahasa Yunani) bisa berarti entitas atau alat analisis. Suatu sistem merupakan entitas yang tersusun dari berbagai unsur, unit, komponen secara integral atau teratur untuk menjaga keseimbangan sistem itu sendiri. Sistem merupakan keseluruhan perangkat yang tersusun dari sekian banyak bagian dan berfungsi secara timbal balik. Ia saling memberi dan menerima guna memelihara dan mendukung suatu keseimbangan. Relasi yang terjadi diantara komponen dalam sistem umumnya bersifat teratur dan berkesinambungan”. (Lahajir: 2001. hal. 50).
Musik mencakup gagasan-gagasan, tindakan, karena musik adalah suatu gejala manusia, untuk manusia dan mempunyai fungsi sosial dalam situasi sosial. (Alan P. Meriam: 2005. hal. 20).
Hal ini karena berbagai unsur dalam sistem bersifat fungsional. Fungsi musik tradisi dalam masyarakat harus dilihat bahwa musik itu berperan dan dapat memberi, sehingga ia dapat bertahan dalam kehidupan masyarakat. Begitu juga dengan keberadaan musik dalam masyarakat Dayak Kanayatn, mereka memerlukan keberadaan musik untuk kepentingannya, baik kepentingan pribadi maupun kepentingan sosial. Hal ini karena pandangan yang tumbuh dalam masyarakat Dayak Kanayatn menyatakan bahwa musik mempunyai hubungan dengan kehidupannya, memiliki fungsi, simbol, dan nilai yang berhubungan dengan kepercayaan, adat istiadat, sekaligus sebagai ciri budaya lokal.
Hubungan sosial masyarakat mempunyai kesatuan yang dinamakan kesatuan fungsional. (A.R Redcliffe Brown: 1980. hal. 210).
Hubungan antara fungsi itu saling terkait dan mendukung antara satu dengan lainnya. Begitu pula dengan musik tradisi dan upacara, ia merupakan sesuatu yang mempunyai fungsi bagi masyarakat dan berperan sebagai tonggak keberlangsungan budaya sebagai efek dari kebudayaan adat atau pranata solidaritas sosial. (A.R. Redcliffe Brown: ibid. hal. 128). Kenyataan fungsionalitas ini akhirnya memposisikan musik sebagai hasil dari aktivitas artistik dan dijadikan sebagai literatur estetik bagi masyarakat itu sendiri.

Musik Dayak Kanayatn dalam upacara ritual mempunyai fungsi secara internal dan eksternal. Secara internal musik mempunyai fungsi bagi upacara itu sendiri. Meskipun pada dasarnya musik adalah bagian upacara, namun ia juga mempunyai peranan untuk mempertegas posisinya, sehingga musik tersebut memberikan makna khusus bagi upacara yang diikutinya.

Fungsi musik Dayak Kanayatn secara internal sejalan dengan fungsi upacara, karena musik dalam upacara ritual merupakan bagian dari upacara yang mempunyai fungsi sama dengan fungsi upacara. Musik sebagai bagian upacara tidak terlepas dari peranan upacara itu sendiri. Upacara memberikan ruang gerak kepada musik, sehingga musik mempunyai keleluasaan untuk membentuk jalinan fungsi bersama upacaranya. Begitu juga sebaliknya, upacara ritual yang ditunjang oleh keberadaan musik sebagai unsur penting mambuat upacara itu bermakna dan berfungsi bagi masyarakat pemiliknya.

Upacara berperan sebagai pembentuk identitas budaya. Ia merupakan wadah kreatifitas dari sumbangan yang diberikan kepada keseluruhan sistem sosial. Hal ini terjadi karena suatu unsur kebudayaan akan tetap bertahan apabila memiliki fungsi dalam kehidupan masyarakatnya, sebaliknya unsur itu akan punah bila tidak berfungsi lagi.(Mulyadi, et.al.: 1984. hal. 4). Fungsi musik secara internal melibatkan peran musik dalam menentukan bentuk pemberian musik sesuai penempatannya. Misalnya musik dimainkan pada prosesi tertentu, maka prosesi itu telah berperan sebagai wadah yang menyebabkan musik berfungsi bagi prosesi upacara tersebut. Hubungan keduanya menciptakan keharmonisan antara peranan musik yang berfungsi dan peranan upacara sebagai wadah dari fungsi.
Fungsi musik di sini dapat dikategorikan menjadi tujuh fungsi, yaitu: (1) sebagai pemanggil kekuatan gaib; (2) Penjemput roh-roh leluhur pelindung untuk hadir di tempat pemujaan; (3) memanggil roh-roh baik untuk mengusir roh-roh jahat; (4) sebagai pelengkap upacara sehubungan dengan peringatan tingkat-tingkat kehidupan seseorang; (5) pelengkap upacara sehubungan dengan saat-saat tertentu dalam perputaran waktu; (6) peringatan kepada nenek moyang dengan menirukan kegagahan dan kesigapannya; (7) Perwujudan dari hasrat untuk mengungkapkan keindahan”. (Edy Sedyawati: 1981. hal. 53).
Musik Dayak Kanayatn juga mempunyai fungsi eksternal, yaitu yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Fungsi eksternal mencakup gagasan-gagasan atau ide-ide yang sejalan dengan kebutuhan masyarakat. Ia harus dilihat sebagai “sesuatu yang memberi” untuk melengkapi kehidupan masyarakat, baik berhubungan dengan konsep kepercayaan atau bagian dari suatu tatanan sosial yang dibangun bersama. Fungsi ini lebih mengarah kepada peranannya dalam masyarakat, sehingga musik tersebut dianggap dapat memberikan sesuatu hal penting bagi masyarakat, misalnya sebagai sarana hiburan dan pengakuan akan budaya yang dimiliki.

Kesimpulannya fungsi musik Dayak Kanayatn tidak terlepas dari peran masyarakat itu sendiri. Perkembangannya sejalan dengan perkembangan intelektualitas dan kreativitas masyarakat pemiliknya. Segala sesuatu yang berhubungan dengan konsep kepercayaan maupun adat yang berlaku dituangkan ke dalam musik, sehingga musik mempunyai fungsi sebagai penyelaras kehidupan sosial yang bersifat normatif. Ia dapat menyelaraskan hubungan antar individu dan hubungan manusia dengan dunia gaib. Disamping itu musik juga diperlukan untuk penghayatan nilai-niali estetis dan pembelajaran falsafah kehidupan bagi Urakng Dayak Kanayatn.

Kepustakaan
  1. Lahajir, Etnoekologi Perladangan Orang dayak Tunjung Linggang (Yogyakarta: Galang Press, 2001)
  2. Alan P. Meriam, “The Anthropology of Music” seperti dikutip I Komang Sudirga dalam bukunya Cakepung: Ansambel Vokal Bali (Yogyakarta: Kalika Press, 2005)
  3. A.R Redcliffe Brown, Struktur dan Fungsi dalam Masyarakat Primitif (Kuala Lumpur: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, 1980)
  4. A.R. Redcliffe Brown, “Struktur dan Fungsi dalam Masyarakat Primitif”, seperti yang dikutip I Komang Sudirga, op.cit.
  5. Mulyadi, et.al., Upacara Tradisional Sebagai Kegiatan Sosialisasi Daerah Istimewa Yogyakarta (Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan DIY, 1984)
  6. Edy Sedyawati, Pertumbuhan Seni Pertunjukan (Jakarta: Sinar Harapan, 1981) 
Penulis: Mbah Dinan

You Might Also Like:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar